Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Makalah Realisme Aristoteles


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paham nominalis berpendapat bahwa objek persepsi indrawi dan pengertian sebenarnya dalam kenyataan tidak ada. Objek persepsi itu hanya nama saja, tetapi tidak sungguh-sungguh ada. Kaum idealis berpendapat bahwa objek itu hanya ada dalam budi. Orang materialis berpendirian bahwa yang ada hanyalah benda materi. Diluar benda materi tidak ada kenyataan lain. Berdampingan dengan nominalisme, idealisme, dan materialism adalah realism.
Sebagai aliran filsafat, realism berpendirian bahwa yang ada ditangkap pancaindra dan yang konsepnya ada dalam budi itu memang nyata ada. Batu yang tersandung dijalan yang baru dialami memang ada. Bunga mawar yang bau harumnya merangsang hidung sungguh-sungguh nyata ada bertengger pada ranting pohonya di ranting bunga.
Untuk lebih jelasnya, kami selaku kelompok 10 akan menyusun sebuah makalah yang membahas tentang realism aristoteles, namun karena keterbatasan kami, kami tidak mampu membahas apa sih realism menurut aristoteles, namun kami hanya mambahas Aristoteles dan realism secara terpisah.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Siapa Aristoteles ?
2.      Apakah yang dimaksud dengan realisme ?
3.      Apa pengaruh pemikiran Aristoteles ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Agar kita mengetahui siapa aristoteles.
2.      Agar kita mengetahui arti realisme.
3.      Agar kita mengetahui pengaruh pemikiran Aristoteles.\

BAB II
PEMBAHASAN

1.     Aristoteles

Aristoteles adalah teman dan murid Plato. Ia dilahirkan di Trasia (Balkan). Keluarganya adalah orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran. Ia banyak mempelajari filsafat, matematika, astronomi, retorika dan ilmu-ilmu yang lainnya.
Dengan kecerdasan yang luar biasa hampir-hampir ia menguasai ilmu yang berkembang pada masanya. Tatkala ia berumur 18 tahun, ia dikirim ke Athena ke akademia Plato. di kota itu dia belajar pada Plato. kecenderungan berfikir saintifik nampak dari pandangan filsafat-filsafatnya yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Maka jika dibandingkan dengan Plato yang pandangan filsafatnya Aristoteles orentasinya pada hal-hal yang kongkrit (empiris). Ia dikenal lebih luas kerena pernah menjadi tutor (guru) Alexander. Seorang diplomat ulung dan jenderal terkenal. Di Athena ia mendirikam sekolah yang bernama lyceum . dari sekolah itu banyak menghasilkan penelitian yang tidak hanya dapat menjelaskan prinsip-prinsip sains, Tetapi juga politik, retolika dan lain sebagainya.
Namun lama kelamaan posisi Aristoteles di Athena tidak aman, karena ia orang asing Lebih dari itu ia di isukan sabagai penyebar pengaruh yang bersifat subversif dan dituduh Athies. Kemudian ia akhirnya meninggalkan Athena dan pindah ke chalcis dan meninggal di sana pada tahun 322 SM..
Hasil karyanya banyak sekali. Akan tetapi sulit menyusun karyanya itu secara sistematis. Berbeda-beda cara orang membagi-bagikannya. Ada yang membaginya atas 8 bagian, yang mengenai; Logika, filsafat alam, psikologi, biologi, metafisika, etika, politik dan ekonomi, dan akhirnya retorika dan peotika. Ada juga orang yang menguraikan perkembangan pemikiran Aristoteles sebagai meliputi 3 tahap yaitu :
1.      Tahap di akademi, ketika ia masih setia pada gurunya, Plato, termasuk ajaran plato tentang idea.
2.      Tahap ia si Assos, ketika ia berbalik daripada plato, mengritik ajaran plato tentang idea-idea serta menentukan filsafatnya sendiri;
3.      Tahap ketika ia di sekolahnya di Athena, waktu ia berbalik dari berspekulasi ke penyelidikan empiris, mengindahkan yang konkrit dan yang individual.
 Asal pembagian ini tidak diterapkan secara konsekuen , kami kira dapat dipakai juga.
Di dalam dunia filsafat, aristoteles dikenal sebagai bapak logika. Logikanya disebut tradisional karena nantinya berkembang apa yang disebut logika modern. Logika Aristoteles itu sering juga disebut logika formal .
Bila orang-orang sofis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam Metaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran. Salah satu teori metafisika Aristoteles yang penting ialah pendapatnya yang menyatakan bahwa matter dan form itu bersatu. Matter memberikan substansi sesuatu, form memberikan pembungkusnya. Seyiap obyek terdiri atas matter dan form. Jadi, ia telah mengatasi dualisme Plato yang memisahkan matter dan form, bagi Plato matter dan form berada sendiri –sendiri. Ia juga berpendapat bahwa matter itu potensial dan form itu aktualitas.
Pada Aristoteles kita menyaksikan bahwa pemikiran filsafat lebih maju, dasar-dasar sains diletakkan. Tuhan dicapai dengan akal, tetapi ia percaya pada tuhan. Jasanya dalam menolong plato dan Sokrates memerangi orang sofis ialah karena bukunya yang menjelaskan palsunya logika yang digunakan oleh tokoh-tokoh sofisme.
Namun, ada substansi yang murni form, tanpa potentiality, jadi tanpa matter, yaitu Tuhan.Aristoteles percaya kepada adanya tuhan. Bukti adanya Tuhan menurutnya adalah tuhan sebagai penyebab gerak (a fist cause of motion) .
Tuhan menurut Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan dengan (tidak memperdulikan) alam ini. Ia bukan pesona. Ia tidak memperhatikan do’a dan keinginan manusia. Dalam mencintai tuhan, kita tidak usah mengharap mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi, dan kita mencontoh kesana untuk perbuatan dan pikiran pikiran kita.
Pandangan filsafat tentang etika adalah bahwa etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dan merupakan sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan. etika dapat mendidik manusia supaya memiliki sikapnyang pantas dalam segala perbuatan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kebaikan terletak di tengah-tengah antara dua ujung yang paling jauh. Contohnya pemberani adalah sifat yang baik terletak diantara pengecut dan nekat, dermawan terletak diantara kikir dan pemboros, rendah hati terletak diantara berjiwa budi dan sombong dan lain sebagainya. Orang harus pandai menguasai diri supaya tidak terombang-ambing oleh hawa nafsu.

2.     Realisme

Istilah realisme berasal dari kata latin realis yang berarti ‘sungguh-sungguh, nyata benar’. Sepanjang sejarah panjang bervariasi, realisme telah memiliki tema umum, yang disebut prinsip atau tesis kemerdekaan. Tema ini menyatakan bahwa realitas, pengetahuan dan nilai yang ada secara independen dari pikiran manusia. Ini berarti bahwa realisme menolak pandangan idealis bahwa ide-ide hanya nyata.Barang ada bahkan meskipun tidak ada pikiran untuk melihat mereka (ingat pertanyaan klasik tentang pohon tumbang di hutan). Untuk realis, hal ini tentu sebuah realitas independen, namun, realis juga menganggap ide untuk menjadi bagian dari tesis.
Realisme Aristoteles didasarkan pada prinsip bahwa ide-ide (atau bentuk) bisa ada tanpa masalah, tapi tidak peduli bisa eksis tanpa bentuk. Aristoteles menyatakan bahwa setiap bagian materi memiliki sifat universal dan khusus. Sebagai contoh, semua orang berbeda dalam sifat-sifat mereka. Kita semua memiliki berbagai bentuk dan ukuran dan tidak ada dua yang sama. Kami melakukan semua berbagi sesuatu yang universal yang disebut “kemanusiaan.”Kualitas universal ini tentunya nyata karena itu ada secara mandiri dan terlepas dari satu orang. Aristoteles menyebut kualitas bentuk universal (gagasan atau esensi), yang merupakan aspek nonmaterial dari setiap objek materi tunggal yang berhubungan dengan semua benda lain dari grup tersebut.
Meskipun bentuk adalah nonmateri, kita menyadari itu dengan memeriksa benda-benda materi yang ada yang independen dari kita. Aristoteles percaya bahwa kita harus mempelajari dan memahami realitas segala sesuatu. Dia setuju dengan Plato pada posisi ini. Mereka berbeda tentang metode bagaimana untuk tiba pada formulir. Aristoteles percaya seseorang bisa membentuk dengan mempelajari hal-hal material dan Plato percaya itu bisa dicapai melalui penalaran, seperti dialektika.
Pada prinsipnya kedua, Aristoteles mengira bahwa bentuk-bentuk hal, sifat universal dari benda-benda, tetap konstan dan tidak pernah berubah, tetapi bahwa komponen tertentu melakukan perubahan. Individu manusia perubahan melalui pertumbuhan dan kemudian mati, tetapi kemanusiaan akan tetap karena bentuk universal adalah konstan.
Aristoteles dan Plato sepakat bentuk yang konstan dan materi selalu berubah, tetapi Aristoteles percaya bahwa bentuk itu dalam hal tertentu dan bahkan kekuatan materi yang memotivasi. Dia berpikir bahwa setiap objek memiliki “jiwa” kecil atau tujuan dalam hidup. Misalnya, tujuan anak kucing adalah menjadi kucing dewasa. Tujuan dari seorang anak akan menjadi remaja dan akhirnya manusia dewasa.
Aristoteles tidak hanya seorang filosof, tapi juga ilmuwan. Dia percaya ada hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan di mana studi satu membantu kita dalam studi yang lain. Kita dapat mempertimbangkan apa sifat fisik make-up kucing (struktur internal dan eksternal, warna), namun; pertanyaan-pertanyaan ilmiah secara alami akan membawa kita untuk mengajukan pertanyaan filosofis yang lebih mendalam tentang asal-usul kucing, makna dan tujuan. Proses ini akan membawa kita untuk menemukan esensi atau bentuk.
Dia pikir pertanyaan paling penting yang bisa kita bertanya tentang hal-hal yang berhubungan dengan tujuan-tujuan mereka. Tidak seperti semua binatang lainnya, binatang manusia dapat berpikir secara abstrak dan Aristoteles percaya penggunaan kemampuan ini unik adalah tujuan kemanusiaan. Ketika kita tidak menggunakan kecerdasan kita, kita pergi melawan tujuan yang sebenarnya kita dalam hidup.
Pada prinsipnya ketiga, Aristoteles percaya bahwa desain dan ketertiban hadir di alam semesta dan dengan demikian, segala sesuatu terjadi secara teratur.Seperti disebutkan, nasib anak kucing adalah menjadi kucing, seorang anak menjadi manusia dewasa. Proses ini tidak bisa diubah dan konstan seperti bentuk universal mereka. Dengan demikian, kita dapat memahami alam semesta dengan mempelajari tujuannya. Namun demikian, Aristoteles mengatakan bahwa manusia memiliki kehendak bebas untuk berpikir. Jika kita menolak untuk berpikir atau berpikir buruk, maka kita bertentangan desain kami dan penciptaan dan menderita konsekuensi dari ide-ide yang salah, kesehatan yang buruk dan ketidakbahagiaan.
Aristoteles percaya bahwa orang yang mengikuti tujuan sebenarnya memimpin hidup rasional moderasi dan menghindari ekstrem. Dia percaya dalam dua ekstrim: ekstrim yang terlalu sedikit dan terlalu banyak. Jika seseorang minum terlalu banyak alkohol, satu akan menjadi seorang pecandu alkohol dan menderita penyakit tersebut. Namun, orang yang berpikir seperti moderat menghindari penghancuran diri. Aristoteles menyebut jalan moderat menghindari ekstrem, Golden Mean.
Prinsip keempat ini digambarkan oleh gagasan tentang jiwa sebagai suatu entitas akan tetap seimbang. Ia percaya ada tiga aspek jiwa yang disebut vegetatif, animative dan rasional. Vegetatif merupakan melakukan terlalu sedikit atau tidak aktif. Animative berarti ekstrim lain terlalu banyak seperti dalam kemarahan dan permusuhan. Namun, ketika seseorang menggunakan alasan untuk menjaga dua aspek lain dalam harmoni, mereka mengikuti jalan yang benar untuk desain dan tujuan.
Keadaan ideal ada ketika semua tiga aspek, vegetatif (kuningan), perak (hewan) dan emas (rasional) dalam keseimbangan dan harmoni. Aristoteles percaya bahwa pendidikan yang baik akan membantu mencapai Golden Mean dan karenanya, mempromosikan harmoni dan keseimbangan jiwa dan tubuh.
Aristoteles percaya bahwa keseimbangan dan ketertiban sangat penting untuk tubuh dan pikiran dan juga alam semesta. Mengenai manusia, ia tidak melihat tubuh dan pikiran dalam oposisi sebagai Plato itu, namun ia memandang tubuh sebagai sarana data yang datang kepada kita melalui persepsi akal. Data dari persepsi rasa diorganisir oleh pikiran penalaran. prinsip-prinsip universal dicapai oleh pikiran dari pemeriksaan khusus oleh persepsi rasa dan mengatur hasil dalam penjelasan rasional. Dengan demikian, tubuh dan pikiran beroperasi bersama-sama secara seimbang dengan konsistensi internal mereka.
Tidak seperti Plato yang percaya hanya dalam ide, Aristoteles tidak masalah yang terpisah dari bentuk atau universal sedang. Ini adalah prinsip kelima. Dia melihat mereka sebagai dua aspek fundamental dari hal yang sama. Semua materi mempunyai bentuk dan dalam beberapa tahap aktualisasi. tak berbentuk materi tidak ada. Ia mencoba untuk menyatukan dunia materi dengan dunia bentuk. Contoh dari hal ini adalah pandangannya tentang aktualitas dan potensialitas.Aktualitas adalah bahwa yang lengkap atau sempurna yang akan terbentuk. Potensi mengacu pada kemampuan yang diaktualisasikan atau mendapatkan kesempurnaan dan bentuk. Ini persatuan bentuk dan materi yang memberikan realitas yang konkrit untuk hal-hal serikat ini kemudian diilustrasikan oleh konsep Aristoteles tentang Empat Penyebab:
1.      Bahan Penyebab: masalah dari mana sesuatu dibuat
2.      Formal Penyebab: desain yang membentuk objek material
3.      The Efisien Penyebab: agen yang menghasilkan objek
4.      Sebab Final: arah menuju yang objek yang cenderung
Penyebab ini dapat dikaitkan dengan apa bangunan. Salah satu kebutuhan bahan untuk membangun, desain atau cetak biru, pembangun dan akhirnya hasilnya.
Prinsip keenam adalah keyakinan Aristoteles bahwa materi selalu dalam proses dan bergerak untuk mengakhiri beberapa. Ini mirip dengan pandangan evolusi modern dan gagasan tentang alam semesta terbuka. Namun, perbedaan antara mereka ada orang melihat gerakan menuju ke tujuan akhir. Alam semesta terbuka-berakhir ke suatu titik tertentu. Dia percaya dalam Realitas Ultimate untuk menjadi kekuatan dan pencipta yang mengontrol proses materi. entitas ini adalah akhir akhir melampaui semua materi dan bentuk.
Dalam hal ini, filsafat Aristoteles adalah sebagai esoteris sebagai Plato. Dia melihat ini Realita Ultimate sebagai penjelasan logis untuk urutan alam semesta dan prinsip sebagai penyelenggara dan operator. Untuk mencari struktur realitas independen, Aristoteles bekerja pada proses logis. Dia menggunakan dialektika untuk mensintesis menentang gagasan tentang kebenaran. Dia juga mencoba untuk memperbaikinya. Metode logis ia kembangkan adalah silogisme, yang merupakan metode untuk menguji kebenaran laporan. Perhatikan contoh berikut: Semua musik yang baik, klasik adalah sebuah bentuk musik, oleh karena itu, musik klasik yang baik. silogisme ini terdiri dari premis mayor, premis minor dan kesimpulan. Aristoteles menciptakannya untuk membantu kita berpikir lebih akurat dengan memesan pernyataan tentang realitas dalam bentuk logis dan sistematis.
Metode ini deduktif yang berarti mencapai kebenaran dari generalisasi dimulai dengan premis utama. Satu masalah dengan metode ini adalah jika salah satu dari tempat salah, kesimpulan mungkin salah. Kemungkinan premis umum yang belum terbukti lebih besar daripada memulai dengan fakta yang spesifik. silogisme tersebut bertentangan dengan desakan bahwa kami dapat lebih memahami bentuk (umum prinsip) dengan mempelajari obyek material tertentu.
Prinsip terakhir adalah kepercayaan yang baik utama, yaitu kebahagiaan. Hal ini tergantung pada jiwa yang berbudi luhur dan tertata dengan baik. Untuk mencapai hal ini, kita harus mengembangkan kebiasaan kebajikan yang dibentuk melalui pendidikan yang layak. Seperti disebutkan, moderasi melalui Golden Mean adalah kuncinya. Hal ini akan mengakibatkan membantu negara dalam menghasilkan warga negara yang baik dengan pembangunan sosial yang tepat.Dalam Politik, Aristoteles menyebutkan bahwa ada hubungan timbal balik antara orang yang benar benar berpendidikan dan warga berpendidikan.
Pengaruh Aristoteles telah sangat penting bagi Eropa dan Amerika. Beberapa pendekatan untuk berpikir termasuk mempelajari alam secara sistematis, menggunakan proses logis, mencapai kebenaran umum melalui studi khusus, mengatur hal-hal yang menjadi hirarki dan menekankan aspek rasional dari sifat manusia.
Realisme Agama mulai dengan Thomas Aquinas (1225-1274) ketika ia pertama kali bertemu karya Aristoteles saat belajar di Naples, Italia. Ini mulai menyukai seumur hidup mencoba untuk bergabung filsafat Aristoteles dengan konsep Kristen.
Karena itu, realisme realisme berpandangan bahwa obyek persepsi indriawi dan pengertian sungguh-sungguh ada, terlepas dari indra dan budi yang mengkapnya kerena obyek itu memang dapat diselidiki, dianalisis, dipelajari lewat ilmu, dan ditumukan hakikatnya lewat filsafat. Realisme berpendapat bahwa dalam melaksanakan prinsip-prinsip dan mengejar cita-cita etis orang perlu bersikap realistis. Artinya, dalam dalam melaksanakan prinsip dan cita-cita etis itu orang perlu memperhitungkansemua faktor ; situasi, kondisi, keadaan, ideologi, politik, ekonomi,sosial, budaya, dan orang-orang yang terlibat.dengan memperhitungkan semua faktor itu, akan ditemukan bahwa tidak semua faktor mendukung pelaksanaan prinsip dan cita-cita etis.
Ada situasi yang tak membantu. Ada kondisi yang terpenuhi. Ada kepentingan ideology-politis-ekonomis-sosial-budaya yang melawan. Ada orang-orang yang karena kepentingan diri, dan ambisi untuk menguasai dan mengendalikan orang lain, melawan pelaksanaan prinsip serta pencapaian cita-cita etis. Dalam situasi seperti itu, reasisme berusaha melaksanakan prinsip etis dan mengejar cita-cita etis sedapat mungkin. Akan tetapi, karena dalam pelaksanaan prinsip etis dan pengejaran cita-cita etis itu sudah dipertimbangkan segala factor, hasilnya dalam perbuatan etis konkret diharapkan dapat maksimal.
Realism mengakui fakta, prinsip, dan cita-cita etis, menghormati dan sedapat mungkin berusaha melaksanakan dan mewujudkan. Akan tetapi, penerapan prinsip dan usaha mencapai cita-cita itu disesuaikan dengan keadaan nyata, tidak terlalu utopis dan idealis sehingga sehingga prinsip eis sama sekali tidak dapat diterapkan dan cita-cita etis tidak dapat dicapai. Sikap kaum realis ini berlawanan dengan sikap kaum fanatic dan berbeda dengan sikap kaum pragmatis. Kaum fanatic mau menerapkan prinsip etis dalam keadaan apapun; jika perlu, penghalang dan penentangnya ditundukkan serta dilenyapkan. Adapun kaum pragmatis hanya mengakui prinsip dan cita-cita yang dapat diterapkan dan dicapai.

C. Pengaruh Pemikirannya Aristoteles

Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat di belakang hari sungguh mendalam. Di zaman dulu dan zaman pertengahan, hasil karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis, Ibrani, Jerman dan Inggris. Kami-kami Yunani yang muncul kemudian, begitu pula filosof-filosof Byzantium mempelajari karyanya dan menaruh kekaguman yang sangat. Perlu juga dicatat, buahpikirannya banyak membawa pengaruh pada filosof Islam dan berabad- abad lamanya tulisan-tulisannya mendominir cara berpikir Barat. Ibnu Rusyd (Averroes), mungkin filosof Arab yang paling terkemuka, mencoba merumuskan suatu perpaduan antara Teologi Islam dengan rasionalisme Aristoteles. Maimomides, pemikir paling terkemuka Yahudi abad tengah berhasil mencapai sintesa dengan Yudaisme. Tetapi, hasil kerja paling gemilang dari perbuatan macam itu adalah Summa Theologia-nya cendikiawan Nasrani St. Thomas Aquinas. Di luar daftar ini masih sangat banyak kaum cerdik pandai abad tengah yang terpengaruh demikian dalamnya oleh pikiran Aristoteles.
Kekaguman orang kepada Aristoteles menjadi begitu melonjak di akhir abad tengah ketika keadaan sudah mengarah pada penyembahan berhala. Dalam keadaan itu tulisan-tulisan Aristoteles lebih merupakan semacam bungkus intelek yang jitu tempat mempertanyakan problem lebih lanjut daripada semacam lampu penerang jalan. Aristoteles yang gemar meneliti dan memikirkan ihwal dirinya tak salah lagi kurang sepakat dengan sanjungan membabi buta dari generasi berikutnya terhadap tulisan-tulisannya.
Beberapa ide Aristoteles kelihatan reaksioner diukur dengan kacamata sekarang. Misalnya, dia mendukung perbudakan karena dianggapnya sejalan dengan garis hukum alam. Dia percaya kerendahan martabatwanita ketimbang laki-laki. Kedua ide ini–tentu saja-– mencerminkanpandangan yang berlaku pada zaman itu. Tetapi, tak kurang pula banyaknya buah pikiran Aristoteles yang mencengangkan modernnya, misalnya kalimatnya, “Kemiskinan adalah bapaknya revolusi dankejahatan,” dan kalimat “Barangsiapa yang sudah merenungi dalam-dalamseni memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib sesuatu emperium tergantung pada pendidikan anak-anak mudanya.” (Tentu saja, waktu itu belum ada sekolah seperti yang kita kenal sekarang).
Di abad-abad belakangan, pengaruh dan reputasi Aristoteles telah merosot bukan alang kepalang. Namun, ada yang berpikir bahwa pengaruhnya sudah begitu menyerap dan berlangsung begitu lama sehingga saya menyesal tidak bisa menempatkannya lebih tinggi dari tingkat urutan seperti sekarang ini. Tingkat urutannya sekarang ini terutama akibat amat pentingnya ketiga belas orang yang mendahuluinya dalam urutan.
Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis). Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor).
• Sokrates adalah manusa (premis minor).
• maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati.
Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku Poetike. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan. Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material. Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika. Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar. Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif. Dorongan normatif yang dimaksud adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut. Wujud itu ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan. .aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi.



BAB III
PENUTUP


1.     Kesimpulan

Aristoteles adalah teman dan murid Plato. Ia dilahirkan di Trasia (Balkan). Keluarganya adalah orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran. Ia banyak mempelajari filsafat, matematika, astronomi, retorika dan ilmu-ilmu yang lainnya.
Diantara penulis-penulis islam yang mengagumi Aristoteles ialah Ibnu Rusyid. Ulasannya terhadap Aristoteles telah merupakan suatu karya standar (pegangan) untuk Eropa abad pertengahan. Tidak ada pemisahan yang dibuat antara karya asli Aristoteles dengan pengulas- Plato. Yang terakhir dipelajari dan kadang-kadang diutamakan.
Pada garis besarnya, pikiran-pikiran Aristoteles diperbaiki menurut ajaran-ajaran islam. Pikiran -pikirannya yang bersifat analitis dan panteistis bukan saja ternyata tidak dapat diterima oleh teolog-teolog islam, melainkan juga ditolak dan dikritik oleh mereka.
Istilah realisme berasal dari kata latin realis yang berarti ‘sungguh-sungguh, nyata benar’. Karena itu, realisme realisme berpandangan bahwa obyek persepsi indriawi dan pengertian sungguh-sungguh ada, terlepas dari indra dan budi yang mengkapnya kerena obyek itu memang dapat diselidiki, dianalisis, dipelajari lewat ilmu, dan ditumukan hakikatnya lewat filsafat.
Realisme berpendapat bahwa dalam melaksanakan prinsip-prinsip dan mengejar cita-cita etis orang perlu bersikap realistis. Artinya, dalam dalam melaksanakan prinsip dan cita-cita etis itu orang perlu memperhitungkansemua faktor ; situasi, kondisi, keadaan, ideologi, politik, ekonomi,sosial, budaya, dan orang-orang yang terlibat.dengan memperhitungkan semua faktor itu, akan ditemukan bahwa tidak semua faktor mendukung pelaksanaan prinsip dan cita-cita etis.

2.     Saran

Di akhir makalah ini, Kami mengharapkan sekali kritik dan saran dari teman-teman maupun Bapak Andriloro. selaku dosen mata kuliah Filsafat Umum agar dalam penukisan makalah selanjutnya dapat lebih baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan bapak atas saran dan kritiknya.

DAFTAR PUSTAKA
Dari Berbagai Sumber.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar