DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otonomi
Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia karena sejak berdirinya Negara kesatuan Republik
Indonesia sudah dikenal adanya otonomi daerah yang dipayungi oleh Pasal 18
Undang-Undang Dasar 1945 (Haris, 2005). Sedangkan inti dari pelaksanaan otonomi
daerah adalah terdapatnya keleluasaan pemerintah daerah (discretionary power)
untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas,
dan peran serta masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya. Selama lima tahun pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999,
otonomi daerah telah menjadi kebutuhan politik yang penting untuk memajukan
kehidupan demokrasi. Bukan hanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia sangat
heterogen dari segi perkembangan politiknya, namun juga otonomi sudah menjadi
alas bagi tumbuhnya dinamika politik yang diharapkan akan mendorong lahirnya
prakarsa dan keadilan. Walaupun ada upaya kritis bahwa otonomi daerah tetap
dipahami sebagai jalan lurus bagi eksploitasi dan investasi , namun sebagai
upaya membangun prakarsa ditengah-tengah surutnya kemauan baik (good will)
penguasa, maka otonomi daerah dapat menjadi “jalan alternative “ bagi tumbuhnya
harapan bagi kemajuan daerah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengna Otonomi Daerah ?
2.
Apa yang menjadi Landasan Otonomi Daerah ?
3.
Apa tujuan Otonomi Daerah ?
4.
Bagaimana hakikat Otonomi Daerah ?
5.
Bagaimana sejarah Otonomi Daerah di Indonesia ?
6.
Bagaimana Prinsip Pelaksanaan otonomi daerah ?
BAB II
PEMBAHASAN
OTONOMI DAERAH
1.3 Pengertian otonomi daerah.
Kata otonomi berasal dari bahasa
Yunani auto yang berarti sendiri dan nomos berarti hukum. Jadi, secara harfiah
otonomi berarti hukum sendiri. Inti dari otonomi adalah kesediaan dan
kesanggupan untuk mengatur diri sendiri.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
keentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004,
terdapat beberapa istirahat dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu
a. Pemerintah pusat adalah presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam UUD Negera Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
c. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati
atau wali kota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah
daerah.
d. DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
e. Daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
f. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
rusan pemerintahan dalam sistem negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).
g. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
h. Tugas pembantuan adalah penugasan dari
pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada
kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa
untuk melaksanakan tugas tertentu.
i. Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setemapt berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah
negara kesatuan republik Indonesia.
1.4 Landasan Hukum Otonomi Daerah
Pada zaman Hindia Belanda
prinsip-prinsip otonomi daerah sudah diterapkan dan sejak berdirinya negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)_, otonomi daerah sudah diterapkan dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia.
Hal tersebut dapat kita lihat dari
adanya berbagai macam peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah
sejak kemerdekaan hingga sekarang.
Undang-undang
mengenai otonomi daerah yang pernah berlaku di Indonesia adalah :
a. UU No. 1/1945
(menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil)
b. UU No. 2/1948
(menganut otonomi dan mebedewind yang seluas-luasnya)
c. UU No. 1/1957
(menganut otonomi riil yang seluas-luasnya)
d. UU No. 5/1974
(menganut otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab)
e. UU No.
22/1999 (menganut otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab)
f. UU NO.
32/2004 (menganut otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab).
1.5 Tujuan Otonomi Daerah
Tujuan utama dikeluarkannya
kebijakan otonomi daerah antara lain adalah membebaska pemerintah dari
beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan daerah. Dengan demikian
pusat berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan
global dan mengambil manfaat daripadanya.
Pada saat yang sama pemerintah pusat
diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro (luas atau
yang bersifat umum dan mendasar) nasional yang bersifat strategis. Di lain
pihak, dengan desentralisasi, daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal.
Kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu, sehingga
kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi di daerah akan
semakin kuat.
Adapun tujuan
pemberian otonomi kepada daerah :
a. Peningkatan
pelayanan dari kesejahteraan masyarakat yang semakin baik
b. Pengembangan
kehidupan demokrasi
c. Keadilan
d. Pemerataan
e. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antardaerah dalam rangka keutuhan NKRI.
f. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat
g.Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan
peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD).
1.6 Kewenangan Pemerintah Daerah
Dalam penerapan otonomi daerah, yang
menjadi titik utama dan menjadi topik yang hangat dibicarakan oleh berbagai
lapisan masyarakat adalah mengenai pembagian kewenangan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah harus jelas dan tegas, sehingga dalam penerapannya tidak ada
yang tmang tindih, maupun saling berbenturan.
1.6.1 Kewenangan pemerintah pusat
Dalam rangka menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan dari pemerintah pusat maka pemerintah
pusat akan mengurus urusan pemerintahan sebagaimana yang diatur dalam
undang-undang pemerintah pusat memiliki kewenangan yang bukan merupakan
kewenangan pemerintah daerah, yakni meliputi :
1) Politik luar
negeri
2) Pertahanan
3) Keamanan
4) Yustisi
5) Moneter dan
fiskal nasional
6) Agama
1.7 Sumber Pembiayaan Pemerintah Daerah
Otonomi daerah pada akhirnya akan
tetap terkait dengan pembahasan mengenai keuangan atau pandangan di daerah.
Dalam hal ini, daerah kabupaten/kota/provinsi memiliki kewenangan untuk
mengupayakan diperolehnya keuangan atau pandangan daerah termasuk di dalamnya
adalah pengelolaannya. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang RI Nomor
33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, pendapatan daerah bersumber dari :
1.7.1 Pendapat Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
bersumber dari :
1) hasil pajak
daerah
2) hasil
retribusi daerah
3) hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
4) Lain-lain Pad
yang sah, contohnya : jasa, giro, pendapatan, bunga, keuntungan silsilah nilai
tukar menukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi, potongan harga, dan
lain-lain.
1.7.2 Dana Perimbangan
Dana perimbangan
terdiri atas :
1) Dana Bagi
Hasil
Dana bagi hasil bersumber dari pajak
dan sumber daya alam.
a) Dana bagi
hasil yang bersumber dari pajak, terdiri dari :
(1) Pajak bumi
dan bangunan (PBB)
(2) Bea Peroleha
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
(3) Pajak
Penghasilan (PPh)
b) Dana bagi
hasil yang bersumber dari sumber daya alam, berasal dari :
(1) Kehutanan
(2) Pertumbuhan
umum
(3) Perikanan
(4) Pertambangan
minyak bumi
(5) Pertambangan
gas bumi
(6) Pertambangan
panas bumi
2) Dana Alokasi
Umum (DAU)
Dana alokasi Umum (DAU) merupakan
dana yang bersumber dari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
3) Dana Alokasi
Khusus (DAK)
Dana alokasi khusus (DAK) merupakan
dana yang juga berasal dari APBN, tetapi dipergunakan untuk membantu mendanai kegiatan
khusus pada daerah tertentu sesuai dengan prioritas nasional.
1.7.3 Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Lain-lain pendapatan daerah yang sah
adalah seluruh pendapatan daerah selain PAD dan Dana Perimbangan, yang
meliputi, dan darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan oleh
pemerintah. Hibah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang
berasal dari pemerintah (pusat) masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau
luar negeri.
1.8 Kewenangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Dalam susunan pemerintahan di negara
kita ada Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/kota, serta Pemerintahan Desa. Masing-masing pemerintahan
tersebut memiliki hubungan yang bersifat hierakhis. Dalam UUD Negara Indonesia
tahun 1945 ditegaskan, bahwa hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan
kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan
dan keragaman daerah [Pasal 18 A (1)]. Hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat
dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang [Pasal 18 A (2)]. Berdasarkan kedua ayat tersebut
dapat dijelaskan, bahwa:
1. Antar
susunan pemerintahan memiliki hubungan yang bersifat hierarkhis;
2. Pengaturan hubungan pemerintahan tersebut
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah;
3. Pengaturan hubungan sebagaimana disebutkan
pasal 18A ayat (1) diatur lebih lanjut dalam UU Republik Indonesia No.32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah;
4. Antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan
daerah memiliki hubungan keuangan, pelayanan umum, dan pemanfaatan sumber daya;
5. Pengaturan hubungan
sebagaimana disebutkan pasal 18A ayat (2) diatur lebih lanjut dalam UU Republik
Indonesia No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat
dan pemerintahan daerah.
Kewenangan provinsi diatur dalam
Pasal 13 UU No. 32 Tahun 2004 dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Urusan wajib
yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi meliputi :
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengwasan tata ruang
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat
d. penyediaan sarana dan prasarana umum
e. penanganan bidang kesehatan
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya
manusia potensial
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/ kota
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan
menengah termasuk lintas kabupaten/kota
j. pengendalian lingkungan hidup
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/ kota
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan
n. pelayanan administrasi penanaman modal, termasuk lintas
kabupaten/kota
o. penyelenggraan pelayanan dasar lainnya yang belum
dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota,
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan
2. Urusan
pemerintahan propinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang
secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sesuai dengan kondisi kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan
Kewenangan kabupaten/kota diatur dalam pasal 14 yang dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengwasan tata ruang
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat
d. penyediaan sarana dan prasarana umum
e. penanganan bidang kesehatan
f. penyelenggaraan pendidikan
g. penanggulangan masalah sosial
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan
menengah
j. pengendalian lingkungan hidup
k. pelayanan pertanahan
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan
n. pelayanan administrasi penanaman modal,
o. penyelenggraan pelayanan dasar lainnya dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan
1.9 HAKIKAT OTONOMI DAERAH
Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik yang dalam pelaksanaan pemerintahannya dibagi
atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap propinsi, kabupatan dan kota mempunyai pemerintahan daerah untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan. Pemerintah daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas
pembantuan. Pembahasan materi Hakikat Otonomi Daerah menggunakan sejumlah kata
kunci yang dapat mengantarkan kalian untuk lebih mengenal berbagai istilah dalam
pelaksanaan Otonomi Daerah. Agar istilah-istilah tersebut dapat kalian kuasai
dengan baik, kalian dapat mempelajarinya melalui Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para menteri. Pemerintah
Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai
badan eksekutif daerah. DPRD adalah Badan legislatif daerah.
Desentralisasi adalah penyerahan
wewenangpemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dan/atau perangkat
pusat di daerah. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada
daerah dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu
yang disertai pembiayaan, sarana, prasarana serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung jawabkannya kepada yang
menugaskan. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah Otonom
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Wilayah Administrasi adalah wilayah kerja Gubernur selaku wakil
pemerintah. Instansi Vertikal adalah perangkat departemen dan/atau lembaga
pemerintah non departemen di daerah.
Pejabat yang berwenang adalah
pejabat pemerintah di tingkat pusat dan/atau pejabat pemerintah di daerah
propinsi yang berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten
dan daerah kota. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah
kabupaten dan/atau daerah kota di bawah kecamatan. Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten.
Desentralisasi adalah transfer (perpindahan) kewenangan dan tanggungjawab
fungsi-fungsi publik. Transfer ini dilakukan dari pemerintah pusat ke pihak
lain, baik kepada daerah bawahan, organisasi pemerintah yang semi bebas ataupun
kepada sektor swasta. Selanjutnya desentralisasi dibagi menjadi empat tipe,
yaitu :
1.
Desentralisasi politik, yang bertujuan menyalurkan semangat demokrasi
secara positif di masyarakat
2.
Desentralisasi administrasi, yang memiliki tiga bentuk utama, yaitu :
dekonsentrasi, delegasi dan devolusi, bertujuan agar penyelenggaraan
pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan efi sien
3.
Desentralisasi fi skal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah
untuk menggali berbagai sumber dana
4.
Desentralisasi ekonomi atau pasar, bertujuan untuk lebih memberikan
tanggungjawab yang berkaitan sektor publik ke sektor privat.
Pelaksanaan otonomi daerah, juga
sebagai penerapan (implementasi) tuntutan globalisasi yang sudah seharusnya
lebih memberdayakan daerah dengan cara diberikan kewenangan yang lebih luas,
lebih nyata dan bertanggung jawab. Terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali
sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Desentralisasi merupakan simbol atau
tanda adanya kepercayaan pemerintah pusat kepada daerah. yang akan
mengembalikan harga diri pemerintah dan masyarakat daerah. Diberlakukannya UU
No. 32 dan UU No. 33 tahun 2004, kewenangan Pemerintah didesentralisasikan ke
daerah, ini mengandung makna, pemerintah pusat tidak lagi mengurus kepentingan
rumah tangga daerahdaerah. Kewenangan mengurus, dan mengatur rumah tangga
daerah diserahkan kepada masyarakat di daerah. Pemerintah pusat hanya berperan
sebagai supervisor, pemantau, pengawas dan penilai. Visi otonomi daerah dapat
dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama, yaitu : Politik, Ekonomi serta
Sosial dan Budaya.
Di bidang politik, pelaksanaan
otonomi harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala
pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya
penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat
luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas
pertanggungjawaban publik. Gejala yang muncul dewasa ini partisipasi masyarkat
begitu besar dalam pemilihan Kepala Daerah, baik propinsi, kabupaten maupun
kota. Hal ini bisa dibuktikan dari membanjirnya calon-calon Kepala Daerah dalam
setiap pemilihan Kepala Daerah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten atau
kota. Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya
pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya
peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk
mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya.
Dalam konteks ini, otonomi daerah
akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan
fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai
infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian
otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih
tinggi dari waktu ke waktu.
Di bidang sosial budaya, otonomi
daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan harmoni sosial, dan pada
saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif
terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan di sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa konsep otonomi daerah
mengandung makna :
1.
Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan
domestik kepada daerah, kecuali untuk bidang keuangan dan moneter, politik luar
negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan, serta beberapa kebijakan pemerintah
pusat yang bersifatstrategis nasional.
2.
Penguatan peran DPRD dalam pemilihan dan penetapan kepala daerah;
menilai keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan kepala daerah.
3.
Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur (budaya)
setempat demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualifi kasi
tinggi dengan tingkat akseptabilitas (kepercayaan) yang tinggi.
4.
Peningkatan efektifi tas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui
pembenahan organisasi dan institusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan
ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan.
5.
Peningkatan efeisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan
yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatan negara.
6.
Perwujudan desentralisasi fi skal melalui pembesaran alokasi subsidi
pusat yang bersifat block grant.
7.
Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai lokal yang
bersifat kondusif terhadap upaya memelihara harmoni sosial.
1.10 Sejarah otonomi daerah di Indonesia
Sejarah Pemerintahan Daerah di Republik Indonesia tidaklah berusia pendek.
Lebih dari setengah abad lembaga pemerintah lokal ini telah mengisi perjalanan
bangsa. Dari waktu ke waktu pemerintahan daerah telah mengalami perubahan
bentuknya. Setidaknya ada tujuh tahapan hingga bentuk pemerintahan daerah seperti sekarang ini (2009). Pembagian
tahapan ini didasarkan pada masa berlakunya Undang-Undang
yang mengatur pemerintahan lokal secara umum. Tiap-tiap
periode pemerintahan daerah memiliki bentuk dan susunan
yang berbeda-beda berdasarkan aturan umum yang ditetapkan melalui Undang-Undang.
Patut juga dicatat bahwa konstitusi yang digunakan juga turut memengaruhi corak
dari Undang-Undang
yang mengatur pemerintahan daerah. Dalam artikel ini tidak
semua hal yang ada pada pemerintahan daerah dikemukakan. Dalam artikel ini
hanya akan dibahas mengenai susunan daerah
otonom dan pemegang kekuasaan pemerintahan daerah di bidang legislatif
dan eksekutif
serta beberapa kejadian yang khas untuk masing-masing periode pemerintahan daerah.
1.10.1 Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang
memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri.
Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S.
181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah
undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie,
regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan
locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan
persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan
sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan
demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan
dua administrasi pemerintahan.
1.10.2 Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea
Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil
menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina,
serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat,
sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup
fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah
bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang
(Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan.
Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut
bersifat misleading.
1.10.3 Masa Kemerdekaan
1. Periode Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
menitikberatkan pada asas dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND di
keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu
oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing
dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan
segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan
tidak memiliki penjelasan.
2. Periode
Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah
UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli
1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga
tingkat yakni:
a) Propinsi
b) Kabupaten/kota besar
c) Desa/kota kecil
d) Yang berhak mengurus dan
mengatur rumah tangganya sendiri.
3. Periode
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957,
daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi
menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam
tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra
tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2) Daerah swatantra
tingkat II
3) Daerah swatantra
tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah
seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
4. Periode Penetapan
Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres No. 6 Tahun 1959 yang
berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan pada kestabilan dan
efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan
daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah
tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa
ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan
pamong praja.
5. Periode
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi (tingkat I)
2) Kabupaten (tingkat
II)
3) Kecamatan (tingkat
III)
Sebagai alat pemerintah pusat,
kepala daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di
daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah,
melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan
kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah
mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah,
menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili
daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
6. Periode Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah
berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya berdasar asas desentralisasi.
Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah
tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
1) Provinsi/ibu kota
negara
2) Kabupaten/kotamadya
3) Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah
tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan
memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang
nyata dan bertanggung jawab.
7. Periode
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam
penyusunan UU No. 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1) Sistem
ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan
berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2) Daerah yang dibentuk
berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi
sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah
kabupaten dan daerah kota.
3) Daerah di luar
provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4) Kecamatan merupakan
perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan
masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan
dan kesejahteraan bagi masyarakat.
8. Periode
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah
yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU
ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku
lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara
kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas
kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan
kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian
juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan
sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin dipertegas dan diperjelas.
1.11 Prinsip-Orinsip Otonomi Daerah
Prinsip- prinsip pemberian otonomi
daerah yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
sebagaimana terdapat dalam UU No. 22 Tahun 1999 adalah (Nur Rifa’I Masykur,
peny., h. 21)
1. Penyelenggaraan
otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi. Keadilan,
pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan
otonomi daerah didasarkan pada ekonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan
otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah
kota, sedang pada daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4. Pelaksanaan
otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi Negara sehingga tetap terjamin
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar- daerah.
5. Pelaksanaan
otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom,dan karenanya
dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian
pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak lain,
seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan,kawasan industry,
kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan
baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya belaku ketentuan peraturan daerah
otonom.
6. Pelaksanaan
otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislative
daerah, baik fungsi legislative, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas
pnyelenggaraan pemerintahan daerah..
7. Pelaksanaan
asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai
wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu
yangdilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah.
Pelaksanaan asas tugas pembantuan
dimungkinkan. Tidak hanya dari pemerinta kepada daerah, tetapi juga dari
pemerintah dan daerah kepada desayang disertai dengan pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Adapun prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah adalah
sebagai berikut :
a. Digunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan;
b. Pelaksanaan asas
desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di daerah kabupaten dan
daerah kota, dan
c. Asas tugas
pembantuan yang dapat dilaksanakan di daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah
kota, dan desa.
BAB III
PENUTUP
1.12 KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka didapat kesimpulan sebagai berikut : Sejak
proklamasi kemerdekaan hingga sekarang system pemerintahan daerah yang berlaku
di Negara RI mengalami beberapa kali perubahan karena Undang-Undang yang
mengaturnya itu berbeda-beda dan bersumber pada Undang-Undang Dasar tidak
menganut azas yang sama. Selain itu juga system pemerintahan daerah sebelum
proklamasi kemerdekaan sudah dikenal orang pada zaman penjajahan Hindia-Belanda
dan Jepang.
Otonomi daerah adalah Otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajibandaerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahandan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.Wewenang pemerintah daerah dalam pelaksanaan
otonomi daerah adalahpemerintah daerah melaksanakan sistem pemerintahanya
sesuai denganundang-undang pemerintah pusat. Dampak positif otonomi daerah
adalah memunculkan kesempatan identitaslokal yang ada di masyarakat.
Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon
tinggidari pemerintah daerah dalammenghadapi masalah yang berada di daerahnya
sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan
melalui jalur birokrasi daripemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan
pemerintah lokal mendorongpembangunan daerah serta membangun program promosi
kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan pemerintah daerah juga
akan lebih tepatsasaran dan tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga akan
lebihefisien.
1.13 SARAN
Dalam
rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok
Negara, dan dalam membina kestabilan politik serta kesatuan bangsa maka
hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas dasar keutuhan
Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab yang dapat menjamin
perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-sama.
DAFTAR PUSTAKA
http://lailamaharani.blogspot.com/2011/05/otonomi-daerah.html
2 komentar:
makasih postinganya sudah membantuku,, kunjungi http://law.uii.ac.id/berita-hukum/tambah-baru/dprd-madiun-rangkul-lkbh-fh-uii-kaji-raperda-non-apbd.html
sangat bermanfaat..izin copas yah
Posting Komentar